BANDA ACEH – Sekretaris Komisi VII DPR Aceh, Yahdi Hasan, M.Kom., menekankan betapa pentingnya peran Baitul Mal dalam pengelolaan aset wakaf secara produktif. Dalam diskusi panel yang diadakan dengan isu “Mengarusutamakan Kekhususan Aceh dalam Revisi Undang-Undang Wakaf Indonesia,” Yahdi mengeksplorasi potensi yang belum sepenuhnya dimanfaatkan dari aset-aset ini.
Apakah Anda tahu bahwa Aceh memiliki banyak aset wakaf yang berharga? Menariknya, sebagian besar tanah wakaf masih digunakan untuk keperluan pendidikan, kegiatan keagamaan, dan perkuburan, tetapi ada potensi luar biasa untuk pemanfaatan yang lebih produktif.
Pentingnya Revisi Regulasi Wakaf di Aceh
Revisi terhadap Qanun Aceh mengenai Baitul Mal menjadi langkah penting. Dalam diskusi tersebut, Yahdi mengungkapkan bahwa tujuan revisi ini adalah memperkuat tata kelola wakaf dari sisi regulasi dan pemanfaatan. Menurut data, Aceh memiliki puluhan ribu bidang tanah wakaf, yang saat ini presentasi manfaat ekonominya masih rendah. “Aset wakaf seharusnya dapat meningkatkan ekonomi masyarakat jika dikelola dengan baik,” ujarnya.
Gagasan ini memberikan harapan baru. Aset wakaf bisa menjadi modal untuk menunjang pertumbuhan Sumber Daya Manusia (SDM) serta ekonomi lokal. Yahdi juga menambahkan bahwa pengelolaan tanah wakaf mulai diarahkan pada sektor-sektor yang lebih produktif secara ekonomi, meskipun masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Hal ini menunjukkan bahwa tentunya diperlukan dukungan kebijakan yang kuat agar perubahan positif ini dapat terwujud.
Peningkatan Kerjasama dengan Badan Wakaf Indonesia
FGD itu juga menghadirkan Prof. Dr. Al Yasa’ Abubakar, yang mendiskusikan usulan revisi UU Wakaf demi mengakomodasi kebutuhan Aceh. Salah satu poin penting yang diungkapkan adalah bahwa pengaturan wakaf di Aceh harus dilakukan melalui Qanun Aceh, mengikuti amanat dari UU Nomor 11 Tahun 2006. Dengan penetapan itu, peran Badan Wakaf Indonesia (BWI) di Aceh akan lebih terfokus pada Baitul Mal.
Al Yasa’ juga mengusulkan penyesuaian istilah nazhir, mengganti istilah perseorangan menjadi Badan Wakaf atau Badan Hukum Wakaf. Ini bertujuan untuk selaras dengan prinsip-prinsip fiqih. Dengan melakukan penyesuaian ini, diharapkan pengelolaan wakaf di Aceh dapat lebih efisien dan berdampak positif bagi masyarakat.
Tantangan selanjutnya adalah memperluas wilayah kerja nazhir agar lebih banyak individu atau organisasi yang dapat berkontribusi dalam merencanakan dan melaporkan penggunaan dana wakaf dengan lebih transparan. Pengelolaan yang baik sangat penting untuk memastikan bahwa manfaat dari wakaf dapat dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat.