BANDA ACEH – “Anak buruh tani bisa jadi apa?” Pertanyaan ini bukan sekadar bisikan angin, melainkan tantangan hidup yang harus dihadapi oleh Riski Maulana. Pemuda dari Gampong Lamtamot, Lembah Seulawah, ini memandang gelar sarjana dari Universitas Syiah Kuala (USK) sebagai sebuah misi, bukan hanya sekadar pencapaian.
Riski menyadari bahwa memiliki ijazah saja tidak cukup untuk mengubah nasib. Di tengah kesibukan kuliahnya, dengan tiga adik yang mendambakan pendidikan dan seorang ayah yang semakin menua, langkah yang diambilnya tidak lazim: merintis usaha. Ini adalah pilihan berani di antara rekan-rekannya yang lebih fokus pada studi akademis.
Menemukan Peluang dalam Tantangan
Dalam perjalanan bisnisnya, Riski merancang sebuah usaha yang unik, yaitu Ayam Guling Aceh. Ide itu muncul dari kebutuhan serta keinginan untuk memberikan sesuatu yang berbeda di pasar lokal. Ia menyadari bahwa untuk mengubah nasib keluarga buruh taninya, keberanian untuk mengambil risiko adalah kunci utama. Namun, perjalanan ini tidaklah mudah.
Riski mengalami berbagai kesulitan, mulai dari mencari tukang las untuk merakit mesin pemanggang. Banyak tukang yang menolak proyek ini karena dianggap terlalu berisiko tanpa contoh yang jelas. Namun, bukannya menyerah, Riski dan teman-temannya memutuskan untuk belajar merakit mesin tersebut sendiri menggunakan tutorial dari internet. Meskipun menghadapi kelelahan dan rasa putus asa, tekad yang kuat menjadi pendorong utama mereka.
Pada akhirnya, kerja keras ini membuahkan hasil. Usaha Ayam Guling Aceh menjadi viral, menarik banyak pembeli hingga menciptakan antrean yang panjang. Dengan modal awal sekitar Rp20 juta, di mana Rp10 juta di antaranya berasal dari program 1000 Wirausaha Muda USK, keberhasilan ini awalnya terasa menjanjikan.
Realita Bisnis dan Pembelajaran Berharga
Namun, seperti yang sering terjadi dalam dunia usaha, kesuksesan tidak selalu bertahan. Riski harus menghadapi kenyataan pahit saat lokasi usaha harus pindah, mengakibatkan penurunan omset yang drastis. Keadaan ini menuntutnya untuk berjuang lebih keras, terutama dalam menghadapi ketidakpastian harga bahan baku yang terus berfluktuasi.
“Proses ini mungkin indah diceritakan, tetapi percayalah, sangat sulit ketika dilakukan,” tuturnya, mengenang perjalanan sulit yang harus dilalui. Ketika banyak orang mungkin hanya melihat hasil akhir, tidak banyak yang memahami perjalanan penuh liku-liku yang dihadapi para pengusaha.
Walaupun banyak tantangan yang harus dilalui, usaha ayam gulingnya memberikan berkah yang tidak terduga. Dari hasil usahanya itu, Riski berhasil menyekolahkan ketiga adiknya di pesantren. Kesuksesan di bidang usaha tidak hanya tentang keuntungan finansial, tetapi juga kontribusi terhadap pendidikan dan masa depan keluarga.
Lebih dari sekadar mencari penghidupan, perjalanan Riski menggambarkan dedikasi dan keinginan untuk membuat perubahan, tidak hanya untuk dirinya tetapi juga bagi orang-orang di sekitarnya. Setiap pengorbanan dan usaha yang dilakukan membawanya sedekat mungkin pada impian untuk membangun kehidupan yang lebih baik.