Generasi Gaza tetap tegar belajar meski perang, sementara mahasiswa dunia terjebak duck syndrome. Islam memberi solusi membina generasi tangguh.
Oleh: Hanny N
PERANG yang terus berlangsung di Gaza menghadirkan penderitaan yang luar biasa. Penjajahan oleh Zionis Israel, dengan dukungan luar dari negara tertentu, terus-menerus melakukan pengeboman yang meruntuhkan fasilitas pendidikan, kesehatan, serta infrastruktur publik. Perekonomian yang melumpuh akibat blokade memperparah keadaan, menciptakan kesulitan untuk memperoleh pangan dan kebutuhan dasar.
Dari semua tragedi ini, ada satu hal yang patut dicontoh: anak-anak Gaza tetap tegar dan berkomitmen untuk belajar. Di tengah kengerian yang melanda, mereka menjadi simbol harapan dan semangat juang, berusaha meraih cita-cita mereka demi masa depan yang lebih baik di tanah kelahiran mereka.
Pendidikan Dalam Situasi Ekstrem
Perjuangan anak-anak Gaza ini seakan bermaian kontras dengan banyak mahasiswa di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang mengalami apa yang dikenal dengan fenomena duck syndrome. Istilah ini muncul dari Universitas Stanford, menggambarkan mahasiswa yang terlihat tenang di permukaan, tetapi sebenarnya sedang berjuang keras menghadapi tekanan yang berat di dalam diri mereka. Di luar, mereka tampak baik-baik saja, namun di dalam, mereka menghadapi perjuangan yang kadang tak terbayangkan.
Di Indonesia, mahasiswa berupaya memenuhi ekspektasi tinggi dari diri sendiri, orang tua, dan masyarakat di tengah tantangan hidup yang semakin sulit. Ironis, di saat anak-anak Gaza berjuang dalam situasi perang, generasi muda di negeri yang damai justru tertekan oleh tuntutan hidup yang berat.
Ketangguhan dan Pemahaman Islam di Gaza
Salah satu kunci ketahanan anak-anak Gaza terletak pada pendidikan berbasis nilai-nilai Qur’ani yang mereka terima sejak usia dini. Mereka dibimbing oleh orang tua, remaja, hingga para senior, untuk mencintai Al-Qur’an dan memahami identitas mereka sebagai umat Islam. Inilah yang membentuk karakter mereka, siap untuk menjadi pelindung Masjid Al-Aqsa dan rasul dari budaya damai.
Pendidikan yang mereka terima bukan hanya sekadar akademik, tetapi lebih dari itu adalah pembelajaran mengenai moral dan spiritualitas. Setiap pelajaran mengajarkan mereka untuk berpegang teguh pada prinsip dan nilai-nilai luhur, yang sangat diperlukan dalam kondisi yang menekan. Dengan cara ini, anak-anak Gaza dapat menjadikan pengetahuan sebagai sumber kekuatan, sehingga mereka mampu bertahan dalam segala situasi, termasuk dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.
Berita ini menjadi pelajaran berharga bahwa meski harus berjuang, pendidikan dan nilai agama yang kuat dapat memberikan kekuatan untuk melalui setiap rintangan. Beban berusaha Anda mungkin tak seberat yang mereka alami, tetapi dengan pendekatan yang tepat, siap siaplah untuk meraih masa depan yang lebih cerah tanpa melemparkan harapan.