BANDA ACEH – Teka-teki mengenai kematian anggota Bidang Propam Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) bernama Brigadir Muhammad Nurhadi mulai menemukan titik terang. Kasus ini mencuat ke publik setelah banyaknya informasi dan spekulasi mengenai penyebab sebenarnya dari kematiannya pada 16 April 2025 di sebuah villa di Gili Trawangan, Lombok Utara.
Banyak yang percaya bahwa Brigadir Nurhadi tewas karena tenggelam, namun investigasi lebih lanjut menunjukkan adanya dugaan kuat bahwa ia adalah korban penganiayaan. Ini menimbulkan pertanyaan: siapakah yang bertanggung jawab atas tragedi ini?
Kronologi Kematian Brigadir Nurhadi
Brigadir Nurhadi dilaporkan meninggal dunia di sebuah kolam renang, namun fakta-fakta yang muncul kemudian menunjukkan adanya kejanggalan. Pendalaman oleh Polda NTB mengungkapkan bahwa jasad korban menunjukkan tanda-tanda penganiayaan, yang mengarah pada kemungkinan bahwa kematiannya bukanlah murni akibat kecelakaan. Keduanya, Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan IPDA Harus Chandra, yang merupakan atasannya, kini menjadi sorotan utama dalam penyelidikan ini.
Sebanyak 18 saksi telah dimintai keterangan, dan hasilnya menunjukkan adanya dugaan bahwa pembunuhan ini direncanakan. Hal ini tentu saja memicu kepanikan dan keprihatinan di kalangan masyarakat, khususnya aparat kepolisian. Proses penyidikan pun menjadi lebih mendalam dan hati-hati, mengingat para tersangka memiliki latar belakang sebagai mantan perwira tinggi di kepolisian.
Tindakan Hukum Terhadap Tersangka
Dengan adanya dua tersangka yang berstatus mantan Kepala Satuan di institusi kepolisian, proses hukum menjadi sebuah tantangan besar. Masyarakat menunggu dengan penuh harapan agar keadilan ditegakkan. Tindakan Polda NTB yang menetapkan dua tersangka dan menanyakan keterangan mereka dengan alat pendeteksi kebohongan memberikan gambaran bahwa kasus ini ditangani dengan serius.
Direktur Ditreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, berkomitmen untuk menyelidiki menyeluruh dan profesional. Tugas ini menjadi semakin krusial untuk menjaga integritas institusi kepolisian di mata publik, terutama ketika melibatkan anggotanya sendiri. Penegakan hukum yang transparan dan tanpa pandang bulu sangat penting dalam proses ini, agar kepercayaan masyarakat tidak luntur.
Dengan tiga tersangka yang telah ditetapkan, termasuk seorang wanita berinisial M, kasus ini semakin kompleks. Keterlibatan berbagai pihak menunjukkan bahwa ada dinamika yang dalam di antara orang-orang yang terlibat. Pasal-pasal yang dikenakan kepada ketiga tersangka, yaitu tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, mencerminkan betapa seriusnya pelanggaran hukum yang mereka lakukan. Penanganan yang cekatan ini diharapkan dapat membawa kejelasan dan keadilan bagi keluarga Brigadir Nurhadi.