SIGLI – Pada tanggal 10 Juli 2025, di Gampong Bili, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, digelar peresmian pembangunan sebuah Memorial Living Park. Tempat ini dibangun di lokasi bekas Pos Statis Rumoh Geudong yang menjadi saksi bisu selama masa Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh.
Pembangunan ini dilaksanakan oleh pemerintah dengan kehadiran sejumlah pejabat tinggi, termasuk Menko Bidang Hukum dan HAM serta Wakil Gubernur Aceh. Tujuan dari memorial ini adalah untuk menciptakan ruang terbuka yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat berziarah, tetapi juga sebagai sarana pendidikan bagi generasi mendatang mengenai sejarah kelam yang terjadi di lokasi tersebut.
Pentingnya Memori Sejarah dalam Pembangunan Sosial
Memorial Living Park dibangun di lahan seluas 7 hektar, mencakup masjid, area memorial, dan berbagai fasilitas lainnya. Biaya pembangunan yang mencapai Rp13,2 Miliar ini melakukan penekanan pada pentingnya mengingat ruang-ruang kelam dari sejarah. Dengan menciptakan tempat yang melibatkan komunitas dalam mengingat dan belajar dari sejarah, pemerintah menunjukkan komitmennya terhadap rekonsiliasi dan pemulihan warga yang terdampak.
Pendapat para ahli menunjukkan bahwa ingatan kolektif sangat penting untuk mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan. Lokasi seperti ini dapat menjadi pusat diskusi dan refleksi bagi masyarakat tentang konflik, serta pengingat bagi generasi muda akan pentingnya menjaga perdamaian. Dalam konteks Aceh, di mana konflik berlangsung selama puluhan tahun, pemulihan sosial melalui pengingat sejarah menjadi sangat vital.
Strategi untuk Kompensasi dan Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu sorotan utama dalam peresmian tersebut adalah seruan dari Wakil Gubernur Aceh agar segera diteruskan program kompensasi bagi para korban pelanggaran HAM selama masa DOM. Fadhlullah, selaku Wakil Gubernur, menggarisbawahi pentingnya memenuhi janji pemerintah untuk membantu para korban yang hingga kini belum menerima bantuan apapun. Kompensasi ini bukan hanya dianggap sebagai tanggung jawab moral, tetapi juga sebagai cara untuk memulihkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Penuntasan kompensasi mencerminkan komitmen pemerintah dalam membangun hubungan yang lebih baik dengan masyarakat yang pernah berada di bawah ancaman dan kekerasan. Upaya ini juga diharapkan dapat menciptakan rasa saling percaya dan mendukung perwujudan society yang lebih toleran. Dalam jangka panjang, dengan disertakannya sejarah dalam pendidikan dan pembelajaran, masyarakat dapat lebih memahami konflik yang pernah terjadi dan belajar untuk hidup berdampingan secara damai.
Dengan membangun Memorial Living Park, pemerintah tidak hanya sekadar mendirikan bangunan fisik, tetapi juga meneguhkan janji akan pengakuan terhadap penderitaan yang dialami masyarakat selama masa lalu. Melalui proyek ini, diharapkan akan ada ruang untuk dialog dan rekonsiliasi, serta pembentukan masa depan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat Aceh.