PIDIE – Melalui sebuah acara yang sangat bermakna, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Aceh, Yan Rusmanto, secara resmi mengikuti peresmian Memorial Living Park di Kabupaten Pidie pada tanggal 10 Juli 2025. Acara ini dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, yang menjadi sorotan utama dalam acara tersebut.
Memorial Living Park bukanlah sekadar taman biasa, melainkan sebuah simbol dari upaya penyelesaian non-yudisial pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Kejadian ini merujuk pada peristiwa tragis yang terjadi di Rumoh Geudong, Gampong Bili, yang menyisakan luka mendalam bagi masayarakat dan korban yang terlibat. Dengan hadirnya taman ini, harapan untuk penyembuhan dan refleksi dapat terwujud.
Pentingnya Memorial Living Park sebagai Ruang Refleksi
Pengembangan Memorial Living Park sebagai ruang ingatan dan refleksi menunjukkan pentingnya penanganan sejarah kelam bangsa. Taman ini menggambarkan perjalanan panjang dalam mengakui dan menghormati hak-hak para korban. Sebab, penting untuk memahami bahwa setiap pelanggaran yang terjadi tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada masyarakat luas. Pengakuan dan ruang publik seperti ini memungkinkan masyarakat untuk berproses dalam pemulihan.
Di dalam acara ini, Menteri Koordinator Yusril menekankan bahwa pembangunan taman ini adalah realisasi rekomendasi pemerintah dalam menyelesaikan pelanggaran HAM berat. Hal ini menunjukkan langkah konkret dalam memberi penghormatan kepada para korban. Taman yang dirancang dengan baik ini dapat dimanfaatkan sebagai ruang edukasi bagi generasi mendatang agar kesalahan masa lalu tidak terulang kembali, membangun kesadaran akan pentingnya keadilan dan hak asasi manusia.
Strategi Penanganan dan Keberlanjutan Memorial Living Park
Selanjutnya, strategi pemanfaatan Memorial Living Park tidak hanya terbatas pada upacara peresmiannya saja. Pemerintah, bersama dengan masyarakat, perlu mempertimbangkan langkah-langkah yang memastikan keberlanjutan taman ini. Untuk itu, kolaborasi berbagai pihak menjadi penting. Misalnya, program edukasi bagi siswa dan generasi muda di sekitar Kabupaten Pidie dapat diadakan sebagai bagian dari upaya menjaga ingatan kolektif.
Kesadaran akan pentingnya transisi keadilan tidak hanya merangkul aspek hukum, tetapi juga transformasi sosial. Usaha untuk mewujudkan pemulihan yang bermartabat bagi penyintas dan keluarga korban harus menjadi fokus utama dan tidak terputus. Apresiasi yang diberikan Yusril kepada semua pihak yang terlibat menjadi sinyal bahwa sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait adalah kunci keberhasilan. Diharapkan, Memorial Living Park tidak hanya sebagai ruang ingatan, tetapi juga sebagai pusat kegiatan yang produktif dan edukatif.
Dengan demikian, kehadiran Memorial Living Park diharapkan menjadi jembatan antara sejarah kelam dan harapan akan masa depan yang lebih baik. Setiap elemen yang terlibat dalam pembangunan taman ini memiliki peran penting dalam menjamin bahwa nilai-nilai kemanusiaan tetap dihargai. Semoga taman ini bisa menjadi simbol penghormatan yang abadi bagi semua pahlawan HAM yang pernah ada, sekaligus menjadi pelajaran bagi kita semua untuk tidak melupakan sejarah.