Peresmian Memorial Living Park di Aceh adalah langkah signifikan dalam menghormati sejarah dan tragedi yang dialami masyarakat. Lokasi yang didirikan di bekas Pos Statis Rumoh Geudong ini bukan hanya sebuah taman, melainkan simbol pemulihan dan pengingat akan masa lalu. Diresmikan pada 10 Juli 2025, tempat ini menjadi pusat edukasi dan refleksi bagi pengunjung mengenai tragedi kelam yang terjadi di Aceh.
Proses pembangunan Memorial Living Park mencakup area seluas 7 hektar yang dilengkapi dengan masjid dan fasilitas memorial lainnya. Fakta tersebut menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberi ruang bagi masyarakat dalam mengenang dan memahami peristiwa yang telah menorehkan luka mendalam dalam sejarah Aceh.
Pentingnya Memorial Living Park Sebagai Ruang Refleksi
Pembangunan taman memorial ini memakan biaya sekitar Rp13,2 miliar yang dimulai sejak 18 Oktober 2023 hingga 31 Mei 2024. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengakui serta memperbaiki dampak dari pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi selama masa Dom (Daerah Operasi Militer). Memorial Living Park tidak hanya bagi para korban, tetapi juga untuk generasi yang akan datang agar mereka dapat memahami sejarah yang tak boleh dilupakan.
Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, menyoroti pentingnya kompensasi bagi korban konflik. Dalam pernyataannya, ia meminta perhatian pemerintah pusat untuk menyelesaikan janji pemberian kompensasi kepada korban pelanggaran HAM berat. Pengakuan dan keadilan bagi mereka yang mengalami ketidakadilan menjadi bagian integral dari rekonsiliasi masyarakat Aceh.
Menjaga Kenangan dan Membangun Masa Depan
Selain sebagai tempat berziarah dan edukasi, Memorial Living Park juga berfungsi sebagai mediator antara masa lalu dan masa depan. Dengan berfokus pada pembelajaran, taman ini ingin menginfokan kepada generasi mendatang tentang pentingnya menghargai perdamaian. Pengunjung dapat berlajar banyak dari sejarah, sehingga peristiwa yang sama tidak terulang kembali.
Pada peresmian tersebut, Fadhlullah mengenang kembali tragedi yang menyentuh hati, di mana ia sendiri menyaksikan kezaliman pada masa lalu. Pengalaman mendalam ini menambah dimensi emosional bagi taman memorial tersebut. Setiap sudut taman diharapkan dapat menggugah kesadaran akan hak asasi manusia dan pentingnya perdamaian.
Dengan kehadiran Memorial Living Park, harapan akan keadilan dan rekonsiliasi semakin terwujud. Hal ini juga menjadi momentum bagi masyarakat dan pemerintah untuk saling berkolaborasi dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik. Dengan mengenang sejarah, Aceh dapat bergerak maju ke arah yang lebih terang, meninggalkan masa lalu yang kelam sambil membangun masa depan yang lebih cerah.