BANDA ACEH – Wakil Presiden ke-6 RI Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno mengungkapkan pentingnya merefleksikan perjalanan bangsa Indonesia setelah mengalami amandemen Konstitusi sebanyak empat kali antara 1999 hingga 2002. Ia menilai, pasca amandemen, bangsa ini semakin menjauh dari nilai-nilai Pancasila yang menjadi dasar ideologi negara.
Dalam sambutannya pada acara Pembinaan Ideologi Pancasila yang dilaksanakan dalam rangka peringatan 80 tahun Pancasila dan peluncuran Pancasila Virtual Expo 2025 di Universitas Indonesia, Try Sutrisno menekankan kenyataan bahwa karakter kehidupan masyarakat kini lebih banyak dipengaruhi oleh paham liberal. Fenomena ini menjadi tanda tanya besar: apakah nilai-nilai moral dan etika yang diusung oleh Pancasila mulai memudar?
Perubahan Mendasar Pasca Amandemen
Try Sutrisno berpendapat bahwa hasil dari amandemen UUD 1945 telah menimbulkan perubahan yang signifikan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia mencatat bahwa saat ini, masyarakat hidup dalam sistem kapitalistik yang cenderung liberal. Hal ini, menurutnya, berseberangan dengan semangat Pancasila yang mengedepankan nilai-nilai kebersamaan, keadilan sosial, dan musyawarah.
Dia juga menjelaskan bahwa berdasarkan hasil kajian di berbagai perguruan tinggi, terdapat kecenderungan nyata bahwa Pancasila kurang mendapat tempat dalam praktik kehidupan sehari-hari. Realitas ini harus menjadi perhatian serius bagi seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. Dengan melihat kondisi tersebut, Try menyerukan perlunya revitalisasi Pancasila sebagai ideologi negara yang seharusnya menjadi acuan dalam setiap kebijakan publik.
Tantangan dan Solusi Menuju Pancasila yang Relevan
Dalam pandangannya, ada berbagai tantangan yang harus dihadapi guna mengembalikan Pancasila sebagai fondasi yang memberi arah bagi kehidupan berbangsa. Salah satu langkah yang dinilainya perlu dilakukan adalah mengkaji ulang sistem ketatanegaraan yang ada. Try menekankan pentingnya MPR sebagai lembaga pembuat Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang menjadikan rakyat sebagai penentu kebijakan dan tata kelola negara, alih-alih hanya bergantung pada partai politik.
Dengan melakukan revisi dan penyesuaian pada UUD NRI 1945, termasuk pembukaan dan batang tubuhnya, diharapkan Pancasila bisa kembali diberdayakan. Hal ini penting untuk membangun ikatan emosional antara rakyat dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Masyarakat perlu merasakan keteguhan bahwa Pancasila bukan sekadar teori, melainkan praktik yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui pendekatan ini, diharapkan Pancasila dapat kembali berfungsi sebagai sistem nilai yang kokoh dalam menghadapi tantangan global. Relevansi ideologi ini akan terwujud jika setiap individu dan lembaga negara berkomitmen untuk menegakkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap tindakan dan keputusan.