Koperasi Merah Putih yang dicanangkan oleh pemerintah saat ini menjadi perbincangan hangat terkait operasional dan keuntungannya bagi masyarakat. Para ahli ekonomi memperingatkan bahwa jika tidak dikelola dengan baik, koperasi yang bertujuan memajukan ekonomi lokal ini justru bisa menjadi beban berat.
Menurut Center of Economic and Law Studies (Celios), ketidaksiapan operasional koperasi ini terlihat dari pemaksaan perbankan untuk memberikan pinjaman serta penggunaan dana desa sebagai jaminan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan yang didorong oleh pemerintah pusat seharusnya merupakan manifestasi dari keinginan masyarakat dan bukan sekadar formalitas.
Kritik Terhadap Koperasi Merah Putih dan Dampaknya
Koperasi Merah Putih dianggap berpotensi membuka celah penyalahgunaan dana pinjaman yang dapat mengarah pada korupsi. Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menjelaskan bahwa jika tidak ada pengawasan yang ketat, keunggulan dari koperasi ini bisa menjadi sarana bagi tindakan kriminal. Apalagi, dengan situasi saat ini di mana beberapa badan usaha tidak lagi menyandang status kerugian negara, risiko ini menjadi semakin signifikan.
Huda juga mengingatkan bahwa koperasi ini bisa menjadi predator bagi pelaku usaha lain di desa yang sudah terlebih dahulu ada. Pelaku ekonomi desa, termasuk koperasi dan lembaga keuangan mikro, dapat mengalami kerugian yang cukup besar akibat ekspansi yang tidak terencana dengan baik. Waktu akan membuktikan jika strategi ini tidak diterapkan dengan hati-hati, dampaknya bisa berkepanjangan dan merugikan lebih banyak pihak.
Analisis Kinerja dan Rekomendasi untuk Koperasi
Penting untuk memahami kinerja koperasi dalam beberapa tahun terakhir. Peneliti Ekonomi Celios, Rani Septyarini, mencatat bahwa meski ada peningkatan dari sisi aset dan volume usaha, masih banyak koperasi yang beroperasi di level ultra-mikro dan mikro. Sebanyak 59,42 persen koperasi memiliki omzet di bawah Rp300 juta per tahun, menunjukkan bahwa banyak dari mereka masih belum siap untuk menghadapi tantangan yang lebih besar.
Seiring waktu, jika ekspansi koperasi ini dilakukan tanpa penilaian risiko yang matang, akan ada potensi lonjakan kredit yang bisa berakibat pada kerugian yang akan menggerus ekuitas. Rani menekankan perlunya penelitian mendalam terkait kinerja koperasi, agar program Koperasi Merah Putih tidak hanya dijadikan sebagai label nasionalisme tanpa dasar yang kuat. Jangan sampai tujuan yang mulia malah berbalik menjadi masalah yang lebih besar.
Secara keseluruhan, pemerintah perlu merenungkan apakah program Koperasi Merah Putih dengan penggunaan dana yang masif ini benar-benar solusi yang tepat. Jika tidak, upaya ekspansi ini bisa menjadi bumerang, melemahkan ketahanan lembaga-lembaga keuangan di lapangan. Ini adalah saat yang krusial untuk mengambil langkah-langkah preventif agar koperasi dapat berkembang dengan sehat dan berkelanjutan.