BANDA ACEH – Harga gabah di Kabupaten Aceh Besar menunjukkan tren peningkatan yang signifikan pada awal panen Musim Tanam (MT) Gadu 2025. Tiga gampong yang berada dalam kecamatan Darussalam — Lamreh, Krueng Kalee, dan Siem — menjadi kawasan yang paling merasakan dampaknya.
Menurut Hadia Nur, Ketua Kelompok Tani Makmue Beusaree di Gampong Siem, harga gabah pada hari ini telah mencapai Rp8.200 per kilogram di tingkat petani. Angka ini melampaui Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan melalui Bulog, yaitu Rp6.500 per kilogram. Dengan kondisi demikian, pertanyaan yang muncul adalah, apa faktor yang menyebabkan lonjakan harga ini?
Faktor Pendorong Harga Gabah
Dari pengamatan lapangan, beberapa faktur dapat menjelaskan mengapa harga gabah mengalami lonjakan. Pengamatan menunjukkan bahwa agen pengepul telah membeli gabah dari petani dengan harga antara Rp8.200 hingga Rp8.500 per kilogram. Bahkan, bagi petani yang membawa gabah langsung ke pabrik penggilingan padi, harga bisa mencapai Rp9.000/kg. Situasi ini menunjukkan adanya penawaran yang baik di pasar.
Juliani, Koordinator Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Darussalam, melaporkan bahwa meskipun harga gabah melambung, hasil panen petani tidak mencapai angka yang diharapkan. Untuk saat ini, hasil panen hanya berkisar antara 5 hingga 5,5 ton per hektar, penurunan dari prediksi awal yang mengharapkan 6 ton per hektar. Cuaca ekstrem dan kekeringan di Aceh menjadi faktor penyebab utama hasil panen yang menurun.
Kondisi ini menarik perhatian, terutama bagi para petani yang telah menghabiskan waktu dan tenaga demi menunggu masa panen. Khaidir, Penyuluh Pertanian setempat, menambahkan bahwa minimnya hama yang mengganggu tanaman padi serta kualitas pupuk yang baik di kios-kios penyalur memberikan harapan. Meski hasil panen berkurang, tingginya harga gabah membuat para petani tetap optimis dengan kondisi yang ada.
Pentingnya Kondisi dan Manajemen Pertanian
Strategi pertanian dan manajemen yang baik sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Para petani perlu untuk memperhatikan faktor-faktor cuaca dan pemilihan waktu tanam yang tepat. Selain itu, sistem pengelolaan hama harus diperkuat agar dapat meningkatkan hasil panen di masa mendatang.
Dari analisis yang ada, pentingnya kolaborasi antara petani dan penyuluh pertanian sangatlah besar. Ini bukan hanya soal peningkatan hasil, tetapi juga tentang bagaimana mengelola risiko yang ada. Dengan adanya dukungan dari pihak penyuluh, diharapkan dalam menghadapi cuaca ekstrem dan hama, para petani dapat lebih siap dan dapat memaksimalkan hasil pertanian mereka.
Pada akhirnya, tingginya harga gabah saat ini menjadi angin segar bagi para petani. Hal ini menunjukkan adanya ketidakpastian di pasar yang dapat berubah sewaktu-waktu. Oleh karena itu, para petani sebaiknya tidak hanya fokus pada hasil yang tinggi, tetapi juga bagaimana mengelola keuangan mereka dengan bijak. Dengan demikian, mereka dapat memanfaatkan situasi ini untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dan keluarganya.
Pentingnya bersyukur akan nikmat yang telah diberikan juga tak kalah penting. Khaidir menekankan pentingnya untuk terus bersyukur atas tingginya harga gabah yang berpihak kepada petani. Dengan harapan, semoga harga ini bisa terus bertahan sehingga memberikan dampak positif bagi kesejahteraan para petani di Aceh.