Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyampaikan kritik yang tajam terhadap sejumlah direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam sebuah acara yang diadakan di Tangerang, Banten. Dalam pidatonya, Prabowo menegaskan perlunya pengelolaan aset BUMN yang lebih profesional dan transparan.
Fakta menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan yang sangat besar, namun sering kali aset tersebut dikelola dengan cara yang tidak efisien. Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa hal ini bisa terjadi? Pengelolaan yang tidak jelas dan tidak profesional kerap merugikan rakyat dan negara.
Pentingnya Profesionalisme dalam Pengelolaan BUMN
Prabowo mengungkapkan bahwa dirinya telah berhasil mengelola aset BUMN senilai 10 miliar dolar melalui inisiatif Danantara. Hal ini menunjukkan bahwa dengan manajemen yang tepat, nilai besar dapat tercipta dari pengelolaan aset yang sebelumnya tersia-sia. Data ini bukan hanya sekadar angka, tetapi juga pengingat bahwa aset yang dimiliki negara seharusnya dikelola dengan baik demi kepentingan rakyat.
Dalam pandangan Prabowo, ada direksi BUMN yang bertindak seolah-olah perusahaan adalah milik pribadi. Mereka cenderung merasa seperti “raja” dalam perusahaan, tanpa mengindahkan tanggung jawab yang seharusnya mereka jalankan. Hal ini menciptakan budaya korupsi dan bisa berdampak negatif bagi kinerja perusahaan serta kepercayaan publik.
Strategi Ke Depan untuk BUMN yang Lebih Baik
Prabowo juga menyinggung kebijakan penghapusan tantiem bagi komisaris BUMN, istilah yang dinilai tidak jelas dan cenderung merugikan. Tantiem, yang dalam bahasa sehari-hari berarti bonus, sering kali tetap diberikan kepada komisaris meskipun perusahaan mengalami kerugian. Sangat penting untuk mengganti istilah ini dengan yang lebih sederhana dan sesuai dengan realitas. Hal ini menunjukkan bahwa perlu ada transparansi bukan hanya dalam laporan keuangan, tetapi juga dalam pemberian imbalan kepada pejabat perusahaan.
Menjelang akhir pidatonya, Prabowo menegaskan bahwa pejabat BUMN yang tidak mau mengikuti aturan yang ditetapkan lebih baik mundur dari jabatannya. Sikap tegas ini diharapkan bisa mendorong munculnya generasi pemimpin baru, yang lebih responsif dan professional. Dengan menggantikan pejabat yang tidak kompeten, kita bisa membuka peluang bagi banyak anak muda yang siap mengambil peran dengan cara yang lebih baik.