BANDA ACEH – Dalam situasi yang sangat memprihatinkan, Kementerian Kesehatan Jalur Gaza melaporkan hal tragis terkait dr Marwan Sultan, seorang dokter yang dikenal memiliki dedikasi tinggi. Ia bersama istri dan lima anggota keluarganya meninggal dunia akibat serangan udara yang diluncurkan oleh Israel. Serangan ini menjadi salah satu dari sekian banyak tragedi kemanusiaan yang terjadi di wilayah tersebut.
Serangan udara tersebut menyasar kediaman dr Marwan yang berlokasi di Gaza barat. Melalui pernyataan resmi, kementerian menyatakan, “Dengan kesedihan mendalam, kami berdukacita atas meninggalnya dr Marwan Sultan, yang merupakan garda terdepan dalam tugas kemanusiaan dan medis, bersamaan dengan anggota keluarganya setelah tindakan agresi ini.” Apa yang terjadi jelas menunjukkan betapa kompleksnya situasi di lapangan dan pentingnya peran tenaga medis dalam menjaga nyawa dalam kondisi yang penuh risiko ini.
Peran Kritis Tenaga Medis dalam Konflik
Saat konflik bersenjata terjadi, tenaga medis mendapati tantangan yang sangat besar. Dalam hal ini, dr Marwan dan rekan-rekannya sering kali menjadi target. Ketidakamanan dan risiko tinggi yang mereka hadapi memerlukan perhatian serius. Kementerian Kesehatan menegaskan bahwa “Setiap kejahatan yang dilakukan terhadap personel medis menunjukkan niat jahat untuk menargetkan kelompok yang memiliki misi mulia.” Ini bukan hanya sebuah pengakuan, tetapi juga tuntutan untuk perlindungan lebih bagi tenaga medis.
Studi menunjukkan bahwa dalam konflik berkepanjangan, tenaga medis menjadi angkatan yang paling tertekan. Dalam satu laporan, disebutkan bahwa sejak 7 Oktober 2023, lebih dari 1.580 petugas medis telah kehilangan nyawa mereka selama genosida yang berlangsung di Gaza. Statistik ini mengungkapkan gambaran menyedihkan tentang risiko yang mereka hadapi. Di tengah kesulitan ini, mereka terus berjuang untuk memberikan perawatan terbaik bagi pasien yang sangat membutuhkan.
Dampak Serangan terhadap Warga Sipil
Dalam serangan terbaru ini, tidak hanya dr Marwan yang terjatuh sebagai korban. Laporan dari Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di Gaza tengah mencatat kematian lima warga Palestina yang terdiri dari dua dokter, dua gadis, dan seorang wanita. Ini menunjukkan bahwa bukan hanya mereka yang berprofesi sebagai dokter yang berisiko, tetapi juga warga sipil yang tidak bersalah. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampak psikologis dan sosial dari serangan terhadap warga sipil.
Perlu dicatat bahwa Mei lalu, rumah sakit di Palestina bahkan dipaksa untuk menutup layanan setelah menjadi sasaran serangan udara. Kerusakan infrastruktur medis hanya memperparah situasi kemanusiaan yang sudah parah. Dengan ratusan ribu orang mengungsi, kebutuhan akan layanan kesehatan menjadi sangat mendesak. Penutupan fasilitas medis dan evakuasi pasien menunjukkan krisis yang semakin mendalam yang terjadi di wilayah ini. Menggapai solusi damai dan memastikan perlindungan bagi penyedia layanan kesehatan menjadi hal yang tidak bisa ditawar.
Dalam salah satu pesan terakhirnya, dr Marwan menyerukan kepada masyarakat, termasuk pemerintah, untuk berdialog dan bekerja sama mengakhiri agresi. Hal ini menegaskan perilunya upaya kolektif untuk menuju gencatan senjata permanen, agar bisa menghindari jatuhnya lebih banyak lagi korban dari kalangan profesional medis dan warga sipil.