Depresi dan gangguan mental kini semakin mendominasi perhatian di kalangan tentara, khususnya setelah terlibat dalam konflik berat. Masalah yang dihadapi oleh para prajurit saat kembali dari medan perang menunjukkan bahwa dampak emosional sering kali lebih sulit diatasi ketimbang fisik.
Berdasarkan laporan dari sumber berita, baru-baru ini seorang tentara melaporkan mengalami tekanan mental yang begitu berat pasca kehilangan dua rekannya dalam pertempuran. Kejadian tragis ini mendatangkan pertanyaan penting: bagaimana kita dapat meminimalisir dampak psikologis yang dialami oleh mereka yang berada di garis depan?
Fakta Tentang Gangguan Stres Pascatrauma (PTSD)
PTSD bukanlah hal baru, tetapi kesadarannya di kalangan tentara masih minim. Sekitar puluhan ribu tentara Israel dilaporkan mengalami gangguan ini, kondisi yang muncul setelah menyaksikan atau mengalami peristiwa traumatis. Demikian pula, banyak negara, termasuk Indonesia, melaporkan angka serupa dalam kalangan angkatan bersenjata mereka.
Dalam pengamatan terbaru, gejala PTSD sering kali muncul dalam bentuk flashback, kecemasan, dan bahkan depresi mendalam. Banyak tentara yang kembali tidak dapat berfungsi normal dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka terpaksa mencari perawatan. Namun, sistem dukungan yang ada sering kali tidak memadai. Terutama bagi mereka yang telah mengalami peristiwa pahit, metode rehabilitasi mental perlu diakselerasi untuk menjawab kebutuhan mendesak.
Strategi Menghadapi Dampak Psikologis Pada Tentara
Meningkatkan kesadaran dan penanganan terhadap masalah kesehatan mental di kalangan tentara adalah langkah utama yang harus diambil. Edukasi tentang pentingnya dukungan emosional dan kesehatan mental dapat mengurangi stigma yang kerap melekat. Tentara perlu menikmati akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan mental, termasuk terapi psikologis dan dukungan dari sesama rekan yang juga mengalami hal serupa.
Studi kasus dari beberapa negara menunjukkan bahwa sistem dukungan yang terintegrasi dapat membantu mengurangi angka bunuh diri di kalangan tentara. Misalnya, bagi mereka yang mengalami kehilangan rekan dalam pertempuran, perlu ada ruang untuk berbagi pengalaman dan dukungan emosional. Dalam situasi ini, pelatihan dalam teknik relaksasi, meditasi, dan mindfulness juga terbukti membantu dalam mengurangi gejala stres dan meningkatkan kesejahteraan psikologis.
Secara keseluruhan, kita tidak boleh abai terhadap kondisi mental para prajurit. Di setiap konflik, ada cerita yang tak terhitung jumlahnya dan rasa sakit yang secara diam-diam menggerogoti jiwa mereka. Dengan langkah proaktif dalam memberikan dukungan, kita dapat membantu mereka pulih dari luka yang tak terlihat ini.