BANDA ACEH – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Aceh, Marlina Muzakir, baru-baru ini melakukan kunjungan kerja ke Anjungan Aceh yang terletak di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta. Kunjungan ini dilakukan pada hari Kamis, 31 Juli 2025, untuk meninjau kondisi anjungan dan mendorong penguatan peran seni serta budaya Aceh sebagai identitas yang perlu ditampilkan secara berkelanjutan di panggung nasional.
Kehadiran Ketua Dekranasda Aceh disambut hangat oleh Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA), Said Marzuki, beserta timnya. Dalam rombongan tersebut, turut hadir Wakil Ketua Dekranasda Aceh, Mukarramah Fadhlullah, serta istri Ketua DPR Aceh, Rizawati Zulffadhli. Sambutan yang meriah menunjukkan betapa pentingnya acara ini bagi semua pihak.
Pentingnya Budaya dalam Identitas Daerah
Menjaga dan mempromosikan budaya lokal merupakan salah satu cara untuk memperkuat identitas suatu daerah. Dalam sambutannya, Kepala BPPA mengemukakan apresiasi terhadap kunjungan Ketua Dekranasda Aceh. Ia menegaskan komitmen BPPA untuk menjadikan Anjungan Aceh sebagai ruang representasi budaya yang tidak hanya sekadar pameran visual, tetapi juga ruang edukatif dan ruang hidup yang menyelenggarakan berbagai kegiatan.
Menurut data dari berbagai penelitian, keberadaan ruang publik yang menampilkan seni dan budaya dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap warisan budaya. Oleh karena itu, upaya untuk menghidupkan Anjungan Aceh melalui kegiatan pendidikan, terapi budaya, dan pertunjukan seni secara berkala adalah langkah yang baik untuk memperkuat rasa memiliki di kalangan masyarakat.
Strategi Memperkuat Eksistensi Budaya Aceh
Dalam rangka memperkuat eksistensi budaya Aceh, BPPA juga mempersembahkan penampilan Tarian Ratoh Jaroe. Tarian ini menjadi salah satu ikon dalam promosi budaya Aceh, dengan sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang telah diperoleh. Penampilan ini dipandu langsung oleh penciptanya, Yusri Saleh (Dek Gam), yang menunjukkan bahwa kolaborasi antara pencipta dan platform representasi budaya dapat menghasilkan inovasi yang menarik.
Saat ini, tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Festival Ratoh Jaroe menjadi perhatian tersendiri. Festival tahun ini terpaksa diselenggarakan dalam skala terbatas akibat keterbatasan anggaran, berbeda jauh dengan tahun 2019, saat festival tersebut berhasil menjangkau berbagai kota besar dan menarik perhatian generasi muda. Ini menunjukkan perlunya strategi yang lebih baik dalam penggalangan dana dan promosi agar kegiatan seni dan budaya tetap berkelanjutan dan menjangkau khalayak yang lebih luas.
Dengan dukungan serta bimbingan dari Dekranasda Aceh, harapan untuk menjadikan Anjungan Aceh sebagai salah satu ikon budaya yang kuat dan hidup tentunya bisa terwujud. Tidak hanya sekadar tempat pameran, tetapi juga sebagai pusat aktivitas yang memperkuat kebanggaan masyarakat terhadap warisan budaya mereka.