BANDA ACEH – Pemerintah sedang menghadapi tantangan penting dalam menjaga kinerja fiskal. Menurut laporan terbaru, realisasi pendapatan negara pada semester I-2025 hanya mencapai Rp1.201,8 triliun, yang merupakan angka terendah dalam tiga tahun terakhir. Angka ini menunjukkan penurunan yang signifikan, terkontraksi sebesar 9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana pendapatan negara tercatat mencapai Rp1.320,7 triliun.
Menarik untuk dicatat, capaian ini baru mencakup 40% dari target APBN 2025, yang lebih rendah dibandingkan dengan realisasi tahun lalu yang telah mencapai 47,1% dari target APBN 2024 pada waktu yang sama. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penurunan ini serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini.
Penyebab Penurunan Pendapatan Negara yang Signifikan
Dalam paparan mengenai realisasi pendapatan tersebut, terdapat beberapa faktor yang memberikan kontribusi terhadap kontraksi yang terjadi. Pertama, penurunan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) menjadi salah satu penyebab utama. Pada bulan Mei 2025, harga ICP tercatat berada di angka US$70,05 per barel, jauh di bawah asumsi US$82 per barel yang ditargetkan dalam APBN 2025.
Selain itu, pengalihan dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mencapai sekitar Rp80 triliun ke Badan Pengelola Investasi (BPI) juga berperan dalam penurunan ini. Sebelumnya, dividen tersebut diterima langsung oleh Kementerian Keuangan melalui Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kekayaan Negara Dipisahkan (KND). Ini menimbulkan kesenjangan yang signifikan dalam pendapatan negara dari segmen tersebut.
Terakhir, keputusan untuk membatalkan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% secara umum, yang kini hanya berlaku untuk barang-barang mewah, juga turut memberikan dampak negatif. Pembatalan ini berpotensi merugikan negara hingga Rp71 triliun pada APBN 2025. Dalam konteks ini, Sri Mulyani menegaskan bahwa pendapatan negara mengalami tekanan yang sangat besar, misalnya dari segmen dividen BUMN dan PPN, dengan total potensi kehilangan hingga Rp150 triliun.
Strategi untuk Mengatasi Tantangan Fiskal ke Depan
Melihat kondisi yang ada, penting bagi pemerintah untuk merumuskan strategi yang efektif guna meningkatkan kinerja fiskal. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah mendorong kebijakan yang lebih mendukung pertumbuhan ekonomi, salah satunya melalui peningkatan investasi dalam sektor-sektor strategis.
Pemerintah juga perlu mengkaji kembali mekanisme penerimaan pajak, agar tidak hanya bergantung pada PPN dan dividen BUMN. Diversifikasi sumber pendapatan negara bisa menjadi solusi jangka panjang yang berkelanjutan. Selain itu, komunikasi yang transparan dengan publik mengenai kondisi ekonomi dan kebijakan yang diambil merupakan langkah penting untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Penutup