Perancis berencana untuk mengakui Palestina dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan September 2025. Namun, langkah ini akan dilakukan dengan syarat yang ketat, di mana Hamas harus melucuti senjata dan menyerahkan kekuasaan kepada otoritas Palestina, yang dipimpin oleh Mahmud Abas. Sejumlah negara lain juga dikabarkan sedang menyiapkan langkah yang sama, mengikuti jejak Perancis.
Tindakan ini memicu kemarahan Israel, karena pengakuan terhadap Palestina akan menghalangi ambisi mereka untuk mengubah sepenuhnya wilayah Palestina menjadi wilayah Israel. Dengan adanya pengakuan ini, setiap usaha untuk melakukan ekspansi ke wilayah Palestina dianggap sebagai tindakan perampasan tanah milik sebuah negara yang telah diakui secara internasional. Di balik itu semua, kita harus tetap skeptis terhadap sikap Israel. Sejarah menunjukkan bahwa mereka cenderung tetap melanjutkan upaya penjarahannya terhadap tanah Palestina tanpa memperhatikan batasan-batasan yang ada.
Berbagai analisa sudah banyak beredar, menyoroti isu ini dari kacamata ilmu politik dan hubungan internasional. Namun, dalam artikel ini kita akan mencoba mengkaji isu ini dari perspektif ilmu wala’ yang sering disebutkan dalam Al-Qur’an.
Teori Wala’ dalam Al-Qur’an
Wala’ secara harfiah berarti keberpihakan dan hubungan batin yang terjalin antara dua pihak. Dalam konteks ini, Allah memiliki hubungan wala’ yang kuat dengan kaum beriman. Allahu waliyyu al-ladzina amanu (QS. 2: 257) menunjukkan bahwa Allah senantiasa berpihak kepada orang-orang yang beriman, sedangkan kaum beriman pun diharapkan memelihara tail al-wala’ ini dengan mentaati Allah dan hanya meminta pertolongan-Nya.
Di sisi lain, orang-orang kafir memiliki wali mereka yaitu thaghut, sebagaimana tertuliskan dalam walladzina kafaru auliya’uhum thaghut (QS. 2: 258). Hal ini menunjukkan bahwa keberpihakan kaum kafir selalu berada di pihak thaghut, yang merupakan sosok atau entitas yang bertentangan dengan Allah. Keberpihakan ini, yang dikenal sebagai wala’, menandai hubungan timbal balik antara dua belah pihak.
Dari dua ayat tersebut, kita dapat melihat gambaran global tentang peta wala’ yang terbentuk di alam semesta, tidak hanya terbatas pada interaksi di bumi. Sebab, hubungan wala’ ini juga meliputi interaksi antara penduduk langit, bahkan yang berada di Arasy – Allah SWT.
Analisis Wala’ dalam Konteks Palestina dan Israel
Membaca konteks ini, kita dapat menerapkan konsep wala’ untuk memahami dinamika yang terjadi antara Palestina dan Israel. Dalam hal ini, Palestina mengalami keberpihakan dari banyak negara di dunia yang mendukung upaya mereka untuk meraih pengakuan sebagai negara yang berdaulat. Sementara itu, Israel mengupayakan penguatan posisi mereka melalui berbagai strategi, baik secara politik maupun militer, yang sering kali berbenturan dengan hukum internasional.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam konteks ini, wala’ terlihat sebagai alat untuk menganalisis berbagai koalisi politik dan dukungan internasional terhadap satu sama lain. Negara-negara yang mengakui Palestina menghadapi tantangan dan resiko dari Israel, tetapi juga memperoleh legitimasi di mata masyarakat internasional dan rakyat Palestina sendiri.
Pengakuan terhadap Palestina bisa saja mengubah arah kebijakan diplomatik global. Apabila negara-negara lainnya menuruti jejak Perancis, ini berarti bahwa dukungan terhadap Palestina akan semakin kuat. Namun, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, skepticism terhadap tindakan Israel perlu diperhatikan, mengingat sejarah panjang kebijakan mereka yang cenderung agresif terhadap Palestina.
Sebagai penutup, konsep wala’ dalam Al-Qur’an memberikan sudut pandang yang berbeda dalam menganalisis situasi geopolitik yang kompleks ini. Keberpihakan dan hubungan timbal balik yang terjalin antara dua pihak dapat menyoroti dinamika yang ada, serta menunjukkan pentingnya dukungan internasional untuk Palestina dalam mencapai pengakuan dan keadilan. Dalam dunia yang semakin terhubung, peran negara-negara dalam mendukung pihak yang terzalimi menjadi semakin krusial, dan langkah Perancis bisa menjadi titik awal bagi perubahan yang lebih besar di masa depan.