BANDA ACEH – Dr Tifa menegaskan bahwa dia tidak akan mundur dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang dari pihak Presiden terkait dengan isu ijazah palsu. Dalam pernyataannya di media sosial pada 14 Agustus 2025, dia menunjukkan bahwa penjara tidak dapat membatasi usaha untuk mengungkapkan kebenaran.
Pernyataan ini terinspirasi oleh kasus Gus Nur, seorang tokoh yang terjerat dalam kasus ujaran kebencian terkait tuduhan mengenai ijazah palsu yang melibatkan mantan Presiden Republik Indonesia. Kisahnya berawal ketika Gus Nur dan Bambang Tri Mulyono ditetapkan sebagai tersangka pada Oktober 2022 karena konten podcast mereka yang memunculkan kontroversi.
Kisah Kontroversi di Balik Podcast
Podcast yang menyajikan pembahasan tentang dugaan ijazah palsu ini diunggah di salah satu kanal YouTube yang cukup populer. Namun, ia justru berujung pada masalah hukum serius. Banyak yang berpendapat bahwa presentasi yang disampaikan dalam podcast itu mengandung untaian ujaran kebencian dan penistaan agama. Hal ini membawa Gus Nur dan Bambang Tri terjerat hukum dan dikenakan pasal-pasal yang berat terkait penistaan agama dan penyebaran berita bohong.
Pada 18 April 2023, pengadilan menjatuhkan hukuman enam tahun penjara kepada Gus Nur, yang merupakan keputusan yang lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang mencapai sepuluh tahun. Namun, Gus Nur tidak tinggal diam; dia memutuskan untuk mengajukan banding, yang akhirnya menghasilkan pengurangan hukuman menjadi empat tahun penjara plus denda. Ini menunjukkan bagaimana proses hukum bisa beradaptasi meskipun memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
Perjuangan Mencari Kebenaran
Pada 27 April 2025, Gus Nur akhirnya keluar dari penjara setelah menjalani dua pertiga masa hukumannya. Setahun lalu, dia sempat menjalin harapan bahwa kebenaran akan terungkap dan bahwa ada hikmah di balik penahanan yang dialaminya. Ia mendapatkan amnesti dari Presiden pada 1 Agustus 2025, menandai akhir dari perjalanan panjang yang penuh dengan tantangan dan konflik.
“Gus Nur mengajarkan kita bahwa fisik bisa saja dibatasi, tetapi semangat untuk memperjuangkan kebenaran tidak akan pernah padam,” tulis Dr Tifa di sosial medianya. Melalui pernyataan ini, Dr Tifa juga mengajak masyarakat untuk tidak terjebak dalam kebohongan dan tetap berjuang untuk kebenaran. Pesannya adalah bahwa apabila masyarakat memilih untuk berdiam diri, mereka hanya akan memberi ruang bagi penyebaran kebohongan di tengah kehidupan sehari-hari.