BANDA ACEH – Rektor Universitas Syiah Kuala (USK), Prof Marwan, memberikan perhatian serius terhadap tiga poin aspirasi yang disampaikan oleh mahasiswa pada audiensi yang berlangsung di Balai Senat USK, Banda Aceh, Selasa, 9 September 2025. Audiensi ini menjadi momen penting untuk berdialog antara mahasiswa dan pimpinan universitas.
Dalam pertemuan tersebut, Ihza Mukhlisin, seorang perwakilan mahasiswa, menekankan bahwa kehadiran mereka bukan sekadar formalitas, melainkan untuk melakukan diskusi mendalam mengenai berbagai isu yang terjadi di kampus. Ia menyoroti pentingnya berbicara tentang kebijakan, aturan, dan fasilitas yang ada di lingkungan universitas.
Aspirasi Mahasiswa yang Semakin Terkendala
Dari hasil diskusi, mahasiswa mengemukakan tiga aspirasi utama. Pertama, adanya penolakan terhadap pembatasan kegiatan berkumpul di ruang kampus pada malam hari, karena dianggap mengurangi kebebasan mahasiswa untuk berinteraksi dan berdiskusi. Ini adalah isu penting dalam menciptakan iklim akademik yang dinamis dan produktif.
Kedua, mahasiswa meminta agar setiap kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan mereka melibatkan perwakilan mahasiswa dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan keinginan mereka untuk tidak hanya menjadi objek keputusan, tetapi juga subjek yang memiliki suara dalam tiap kebijakan yang diambil oleh pihak universitas.
Terakhir, mahasiswa mempertanyakan transparansi dana asrama, termasuk pungutan Rp600 ribu per semester. Mereka merasa perlu kejelasan mengenai penggunaan dana tersebut, terutama mengingat beberapa fasilitas seperti CCTV dan sistem pengawasan yang masih belum terpenuhi. Keinginan ini menunjukkan pentingnya transparansi dalam pengelolaan keuangan universitas agar mahasiswa merasa lebih dilibatkan dan mendapat kejelasan.
Peran Rektor dalam Menanggapi Aspirasi Mahasiswa
Menanggapi aspirasi tersebut, Rektor Prof Marwan memberikan penegasan bahwa universitas selalu terbuka terhadap masukan dan aspirasi mahasiswa. Ia menyambut baik inisiatif mahasiswa untuk berkomunikasi dengan pimpinan guna menemukan solusi atas persoalan yang ada. Kesediaan untuk dialog menjadi penting dalam menciptakan hubungan yang harmonis antara pihak universitas dan mahasiswa.
Mengenai dana asrama, Rektor menjelaskan dengan rinci bahwa pungutan Rp100 ribu per bulan atau Rp600 ribu per semester digunakan untuk menutupi kebutuhan operasional, termasuk listrik, air, dan perawatan fasilitas asrama. Ia menegaskan bahwa semua dana itu terkelola secara resmi dan apabila terdapat kekurangan, universitas tetap menanggungnya melalui anggaran yang ada. Ini adalah langkah yang menunjukkan tanggung jawab universitas dalam mengelola fasilitas yang mendukung kehidupan mahasiswa.
Rektor juga menekankan bahwa segala biaya operasional saat ini mengalami kenaikan, tetapi pihaknya berkomitmen untuk tidak menaikkan iuran. Hal ini menunjukkan kepedulian universitas terhadap kondisi mahasiswa dan upaya untuk menjaga aksesibilitas pendidikan.
Marwan mengajak mahasiswa untuk terus memberikan masukan, baik melalui pertemuan formal maupun informal. Dengan demikian, diharapkan tercipta ruang dialog yang lebih luas sehingga setiap pihak bisa mendengarkan suara satu sama lain dan menciptakan lingkungan kampus yang lebih baik.
