BANDA ACEH – Satria Arta Kumbara, seorang mantan anggota TNI AL, kini tengah berada dalam dilema setelah memilih untuk bergabung dengan pihak militer Rusia. Keputusan ini telah menjadikannya terasing dari tanah airnya, Indonesia. Satria menyatakan keinginan mendalamnya untuk kembali ke Indonesia setelah menyadari dampak dari langkah yang diambilnya.
Dalam sebuah video berdurasi singkat yang diunggahnya di platform sosial media, Satria berbicara dengan penuh emosi, mengungkapkan penyesalan atas pilihan hidup yang dianggapnya tidak bijaksana. Melihat situasi yang kini menghimpit, ia mengajak publik untuk memahami bagaimana keputusannya untuk mencari rezeki justru berujung pada kehilangan status kewarganegaraannya.
Kesulitan Pasca-Pergantian Kewarganegaraan
Kewarganegaraan adalah identitas yang tidak ternilai bagi setiap individu. Dalam kesaksian Satria, dia mengungkapkan bahwa pencabutan status kewarganegaraannya oleh pemerintah Indonesia setelah bergabung dengan Angkatan Bersenjata Rusia membuat hidupnya menjadi sulit. Banyak orang yang mungkin tidak menyadari betapa besar konsekuensi yang harus dihadapi seseorang ketika keputusan yang diambil berlawanan dengan regulasi yang ada.
Statistik menunjukkan bahwa di Indonesia, ada banyak individu yang mencari peluang di luar negeri, namun kasus Satria menggambarkan implikasi serius dari keputusan tersebut. Sehingga, perlunya pemahaman dan pencerahan mengenai hak kewarganegaraan sangat penting untuk menghindari kesalahan serupa di masa mendatang. Satria berharap bahwa keputusan ini tidak hanya menjadikannya sebagai pelajaran pribadi, tetapi juga bisa menjadi pengingat bagi banyak orang tentang arti penting kewarganegaraan.
Meminta Kebijakan dan Dukungan
Satria kini berupaya untuk mengajak pihak-pihak berwenang di Indonesia, termasuk Wakil Presiden dan Menteri Luar Negeri, untuk membantunya dalam mengatasi situasi yang dialaminya. Ia berupaya untuk mengakhiri kontraknya dengan Kementerian Pertahanan Rusia dan berharap bisa mendapatkan kembali hak sebagai Warga Negara Indonesia. Dalam pernyataannya, dia menyebutkan bahwa hanya satu orang yang bisa membantunya, yakni sosok yang memimpin kementerian tersebut.
Penting untuk diingat bahwa banyak individu seperti Satria yang mungkin terjebak dalam tantangan serupa. Ia menunjukkan keberanian untuk bersuara dan mengekspresikan keinginannya untuk kembali ke pangkuan negara. Dengan harapan yang tinggi, Satria meminta agar keberadaan dirinya sebagai WNI tetap dihargai dan diakui, mengingat bahwa negara adalah rumah yang tidak bisa tergantikan.
Dalam situasi seperti ini, dukungan moral dari masyarakat dan kebijakan yang mendukung individu seperti Satria sangatlah diperlukan. Hal ini menciptakan momen refleksi bagi kita semua untuk lebih memahami konsep identitas dan kepemilikan tanah air. Keberanian Satria untuk berbicara dapat menjadi inspirasi bagi orang lain dalam situasi serupa untuk tidak takut bersuara dan mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi.
Dengan mengakhiri kontraknya, Satria berharap bisa menemukan jalan pulang ke kampung halaman dan mendapatkan kembali identitasnya sebagai seorang Indonesia yang sepenuhnya utuh.