BANDA ACEH – Tiga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari Fakultas Hukum, Ekonomi dan Bisnis, serta Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala (USK) menyampaikan kritik tajam terhadap kondisi kemiskinan di Aceh yang masih menempati peringkat pertama sebagai provinsi termiskin di Sumatera.
Sorotan itu diarahkan khusus kepada pengelolaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang telah digelontorkan dalam jumlah triliunan rupiah selama lebih dari satu dekade terakhir, namun belum menunjukkan dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.
Ketua BEM Fakultas Hukum USK, Annas Maulana, menilai Pemerintah Aceh gagal menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama.
“Dana Otsus itu tujuan utamanya untuk mendorong jalannya perekonomian masyarakat agar bisa tercipta masyarakat Aceh yang sejahtera. Namun nyatanya, kesejahteraan rakyat Aceh justru diletakkan sebagai tujuan akhir oleh Pemda Aceh,” tegasnya.
Pernyataan tersebut menggarisbawahi ironi dari realitas pembangunan dan ekonomi Aceh saat ini. Meski dana yang dialokasikan melalui skema Otsus tergolong sangat besar, angka kemiskinan dan pengangguran di Aceh tetap tinggi. Data terakhir menunjukkan bahwa Aceh kini menjadi provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbesar di Sumatera.
Senada dengan itu, Afwan Aulia selaku Ketua BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur yang menggunakan dana Otsus belum sepenuhnya tepat sasaran dan tidak direncanakan berbasis data.
“Kami berharap pembangunan infrastruktur dipusatkan pada sektor pendidikan. Setidaknya, jika rakyat Aceh masih banyak yang miskin, mereka tetap memiliki akses pada pendidikan yang layak,” ujarnya.
Afwan juga menegaskan bahwa pendidikan adalah kunci jangka panjang untuk mengangkat taraf hidup masyarakat dan mengentaskan kemiskinan secara berkelanjutan. Kegagalan dalam menempatkan pendidikan sebagai prioritas pembangunan menjadi salah satu penyebab stagnasi ekonomi yang dialami Aceh.
Sementara itu, Ketua BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USK, Nabiel Azzam, mengkritik ketimpangan geografis dalam pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh.