Dalam beberapa tahun terakhir, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Aceh Besar mengalami pertumbuhan yang mengesankan. Kabupaten ini kini menjadi salah satu daerah dengan jumlah UMKM terbanyak di Provinsi Aceh, dengan data yang menunjukkan bahwa jumlah unit usaha terus meningkat.
Menurut statistik terbaru, hingga akhir 2024, jumlah UMKM di Aceh Besar telah mencapai 40.032 unit. Angka ini setara dengan 9,4 persen dari total UMKM di provinsi tersebut yang berjumlah 424.850 unit. Pertumbuhan ini menggambarkan dinamika positif dalam dunia usaha, tetapi apa yang sebenarnya mendasari fenomena ini?
Pertumbuhan Signifikan Sektor UMKM di Aceh Besar
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah UMKM di Aceh Besar pada tahun 2022 tercatat sekitar 24.800 unit usaha. Angka ini naik menjadi 25.950 unit pada tahun 2023 dan terus bertambah menjadi 27.120 unit pada awal 2025. Pertumbuhan ini tidak hanya ditandai oleh peningkatan jumlah unit usaha, tetapi juga oleh pergeseran sektor dari perdagangan dan kuliner menuju industri kreatif, agribisnis, dan jasa berbasis teknologi.
Namun, meskipun pertumbuhan ini terlihat menggembirakan, ada berbagai hambatan yang masih perlu diatasi. Beberapa persoalan mendasar yang dihadapi para pelaku usaha meliputi ketimpangan data, rendahnya akses terhadap pembiayaan formal, dan lambatnya adopsi teknologi digital dalam operasional sehari-hari mereka. Masalah-masalah ini jika tidak segera ditangani dapat mempengaruhi potensi pertumbuhan jangka panjang sektor UMKM.
Tantangan dan Langkah Strategis untuk UMKM
Pemerintah setempat telah mengambil langkah-langkah untuk memperkuat daya saing UMKM melalui berbagai program. Misalnya, Inkubator Bisnis yang diluncurkan bertujuan untuk memberikan pendampingan kepada 20 UMKM setiap tahun, dengan angka realisasi mencapai 450 UMKM pada tahun 2023. Selain itu, program sertifikasi halal gratis diperuntukkan bagi 50 UMKM setiap tahun, serta pendampingan digitalisasi untuk meningkatkan keterampilan teknologi para pelaku usaha.
Namun, tidak cukup hanya dengan menjumlahkan program; fokus harus tetap pada peningkatan kualitas dan kapasitas usaha. Angka yang tinggi tidak berarti banyak jika sebagian besar UMKM hanya berada di level usaha yang bertahan hidup. Komitmen untuk memberikan pembinaan yang terukur dan berkelanjutan adalah kunci untuk memastikan dampak ekonomi yang maksimal.
Dari segi akses pembiayaan, periode Juli 2025 menunjukkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah mencapai Rp1,84 triliun, tetapi peruntukannya sering kali tidak merata. Program bantuan yang kurang tepat sasaran menjadi hambatan yang signifikan bagi UMKM, dan hal ini mempertegas perlunya integrasi data antarinstansi agar lebih akurat.
Literasi digital merupakan tantangan lain yang harus dihadapi. Dengan pelatihan terhadap ratusan pelaku UMKM untuk memanfaatkan media sosial dan marketplace, penetrasi e-commerce masih rendah, khususnya di pedesaan. Masalah infrastruktur dan biaya logistik yang tinggi menjadi penghalang bagi banyak pelaku usaha untuk maju.
Secara keseluruhan, untuk memaksimalkan potensi UMKM di Aceh Besar, diperlukan langkah-langkah sistemik yang terintegrasi. Akses yang lebih mudah terhadap pembiayaan, dukungan digital yang lebih substansial, serta upaya untuk mempercepat integrasi data akan berkontribusi besar terhadap kualitas dan daya saing UMKM di wilayah ini. Tanpa langkah-langkah ini, Aceh Besar tidak hanya harus bersaing dalam jumlah, tetapi juga dalam kualitas dan inovasi.
Dengan potensi luar biasa dalam jumlah UMKM, ke depannya Aceh Besar dapat menjadi model bagi daerah lain, asalkan semua pemangku kepentingan berkomitmen untuk menciptakan ekosistem usaha yang lebih kondusif. Hanya dengan cara ini, pertumbuhan sektor UMKM dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.