BANDA ACEH – Dalam perkembangan terbaru, terungkap bahwa pernah ada permintaan dari Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, agar anggota polisi aktif bisa menduduki jabatan sipil. Ini menjadi sorotan menarik dalam konteks kepolisian dan struktur pemerintahan.
Informasi ini disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej, dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan UU Kepolisian. Pertanyaan yang muncul ialah, bagaimana keterkaitan antara jabatan sipil dan kepolisian, serta bolehkah seorang anggota kepolisian aktif memegang posisi di sektor sipil tanpa mengganggu tugas pokoknya?
Hubungan Antara Kepolisian dan Jabatan Sipil
Menyelami lebih dalam, penting untuk memahami alasan di balik permintaan tersebut. Hakim Konstitusi, Guntur Hamzah, mempertanyakan relevansi jabatan sipil yang tidak berkaitan langsung dengan fungsi kepolisian. Apakah ada penjelasan yang logis mengenai anggota polisi aktif yang ditempatkan di jabatan tersebut? Hal ini membuka ruang untuk diskusi lebih lanjut mengenai batasan dan regulasi yang ada.
Dalam pelaksanaan tugas mereka, anggota polisi seringkali memiliki keterampilan yang dapat diterapkan di sektor sipil. Namun, pemisahan antara dua entitas ini perlu ditegaskan. Ada pandangan bahwa penempatan anggota kepolisian dalam jabatan sipil seharusnya dilakukan berdasarkan penugasan dari Kapolri, agar tidak menimbulkan kerancuan dalam tugas dan tanggung jawab masing-masing instansi.
Strategi dan Kebijakan Terkait Penempatan
Dari sudut pandang kebijakan, sistem resiprokal menjadi salah satu solusi yang diusulkan. Menurut Eddy Hiariej, Presiden Joko Widodo ketika membahas isu ini menekankan pentingnya hubungan timbal balik antara kepolisian dan aparatur sipil negara. Ketentuan dalam Undang-Undang ASN terbaru juga mendukung penempatan anggota sipil di kepolisian, menciptakan sinergi dalam pelayanan publik.
Namun, ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut: Apakah kebijakan yang memungkinkan ini dapat memahami dinamika dan tantangan di masing-masing sektor? Mengisyaratkan kemungkinan dukungan keterampilan dari individu di kedua instansi, hal ini bisa menjadi langkah positif jika dikelola dengan tepat. Tantangan utamanya adalah memastikan bahwa kompetensi dan integritas tetap terjaga dalam setiap penempatan.
Dalam konteks ini, semoga kebijakan yang diambil dapat menciptakan kolaborasi produktif dalam rangka melayani masyarakat, sembari tetap memperhatikan prinsip-prinsip profesionalitas dan transparansi. Maka, penegasan tentang keterbatasan dan tanggung jawab tetap penting untuk dilakukan agar tidak menimbulkan keraguan di publik.